Mumi Raja Tut yang dikubur tahun 1323 Sebelum Masehi pernah terbakar di dalam makamnya.
Makam sang raja pertama kali ditemukan tahun 1922 oleh Lord Carnavorn dan Howard Carter.
Arkeolog Chris Naunton, Direktur Egypt Exploration Society, menelusuri laporan Carter yang menyatakan kemungkinan mumi tersebut pernah terbakar.
Naunton bekerja sama dengan pakar Mesir Robert Connoly dari Liverpool University yang memiliki sampel tulang dan daging Raja Tut.
Tim peneliti memeriksa fosil firaun itu dengan mikroskop elektron dan menemukan memang daging Raja Tut terbakar setelah ia dibaringkan di makamnya yang tertutup.
Mereka menduga, minyak yang digunakan saat proses pembalsaman merendam linen yang membungkus Raja Tut.
Kehadiran oksigen membuat minyak menimbulkan reaksi yang memicu api dan membakar badan sang raja dalam suhu di atas 200 derajat Celsius.
Sebelumnya, berdasarkan bukti yang ada, Raja Tut dikubur secara tergesa-gesa, noda di dinding makam disebabkan oleh aktivitas mikroba. Peneliti menduga cat di dinding makam bahkan belum mengering ketika makam ditutup.
"Mumifikasi yang gagal menyebabkan pembakaran tubuh secara spontan setelah penguburan, itu sama sekali tak terduga," kata Naunton, seperti yang dikutip dari Live Science.
Menurut ahli biologi Brian Ford, aseton yang diproduksi oleh tubuh, dihadapkan pada listrik statis atau sumber api lainnya, dapat menyebabkan tubuh terbakar.
Selain itu, dengan menganalisis luka pada korban kecelakaan mobil, ilmuwan forensik menemukan peristiwa yang menyebabkan kematian raja yang diyakini baru berusia 17 saat meninggal.
Menurut para peneliti, raja muda itu berlutut ketika kecelakaan kereta kuda menghancurkan tulang rusuk dan panggulnya. Kecelakaan itu juga merusak organ dalam, termasuk hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar