Namun, ARB --begitu panggilan akrabnya-- perlahan mengungkap kriteria figur kandidat cawapres yang tepat. Di antaranya, ia harus benar-benar berkomitmen bekerja untuk rakyat, dapat bekerja sama dengan presiden, dan memiliki kesepahaman tentang visi negara kesejahteraan. Visi negara kesejahteraan itu ialah visi dan konsep pembangunan jangka panjang hingga tahun 2045 yang dirancang Partai Golkar.
Ia menjelaskan, mengenai komitmen bekerja untuk rakyat dan dapat bekerja sama dengan presiden, hal itu tidak boleh diremehkan. "Bagaimana pun, presiden dan wakil presiden harus bisa bekerja sama. Tidak boleh bekerja sendiri-sendiri," katanya saat bersilaturahmi dengan para pengurus dan caleg Partai Golkar se-Sumatera Selatan di Palembang, Rabu malam, 6 November 2013.
Sementara, mengenai kesepahaman visi Negara Kesejahteraan, itu adalah konsep dan strategi pembangunan Indonesia. Di dalamnya menyangkut kebijakan intervensi negara/ pemerintah terhadap, misalnya pasar. Negara/ pemerintah tidak boleh membiarkan perekonomian berjalan sesuai mekanisme pasar yang bebas.
Sebab, menurut ARB, setiap pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan, harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Bentuknya bisa saja, misalnya, pendidikan dasar-menengah secara gratis, pengobatan atau layanan kesehatan gratis terutama bagi masyarakat miskin.
"Buat saya, bukan hanya soal harus menang, tapi yang lebih penting dari itu juga (figur cawapres) bisa bekerja sama, bisa bekerja untuk rakyat. Contoh, kalau cawapresnya tidak setuju dengan konsep negara kesejahteraan, yang memerlukan intervensi pemerintah/ negara, itu akan sulit untuk menjalankan pemerintahan," katanya.
ARB tak menyebut nama figur tertentu yang memenuhi kriteria itu. "Yang jelas, dia orang Indonesia."
Ia pun kembali mengulang pernyataannya bahwa figur kandidat cawapres akan ditentukan setelah diketahui hasil Pemilu Legislatif. Hal itu berkaitan dengan tercapai atau tidaknya target perolehan suara/kursi secara nasional, yakni sekurang-kurangnya 20 persen.
Apabila Golkar mampu meraih target tersebut, katanya, partai yang dipimpinnya akan bebas menentukan figur kandidat cawapres tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Hal ini berhubungan dengan Undang-Undang Pemilu Presiden yang mensyaratkan kandidat capres dan cawapres harus diusung partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 20 persen suara/kursi sah secara nasional. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar