Sabtu, 17 Agustus 2013
Fakta Dibalik Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
1. Pada awalnya Trimurti diminta untuk
menaikkan bendera namun ia menolak
dengan alasan pengerekan bendera
sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit.
Oleh sebab itu ditunjuklah Latief
Hendraningrat, seorang prajurit PETA,
dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut.
Seorang pemudi muncul dari belakang
membawa nampan berisi bendera Merah
Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit
oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya.
Setelah bendera berkibar, hadirin
menyanyikan lagu Indonesia Raya.. Sampai
saat ini, bendera pusaka tersebut masih
disimpan di Museum Tugu Monumen
Nasional.
.
2. Setelah upacara selesai berlangsung,
kurang lebih 100 orang anggota Barisan
Pelopor yang dipimpin S.Brata datang
terburu-buru karena mereka tidak
mengetahui perubahan tempat mendadak
dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka
menuntut Soekarno mengulang pembacaan
Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta
memberikan amanat singkat kepada
mereka.
.
3. Hari Jumat di bulan Ramadhan, pukul
05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945
memancar di ufuk timur. Embun pagi masih
menggelantung di tepian daun. Para
pemimpin bangsa dan para tokoh pemuda
keluar dari rumah Laksamana Maeda,
dengan diliputi kebanggaan setelah
merumuskan teks Proklamasi hingga
dinihari. Mereka, telah sepakat untuk
memproklamasikan kemerdekaan bangsa
Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada
pukul 10.00 pagi. Bung Hatta sempat
berpesan kepada para pemuda yang
bekerja pada pers dan kantor-kantor berita,
untuk memperbanyak naskah proklamasi
dan menyebarkannya ke seluruh dunia
( Hatta, 1970:53 ).
.
4. Menjelang pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan, suasana di Jalan
Pegangsaan Timur 56 cukup sibuk. Wakil
Walikota, Soewirjo, memerintahkan kepada
Mr. Wilopo untuk mempersiapkan peralatan
yang diperlukan seperti mikrofon dan
beberapa pengeras suara. Sedangkan
Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud
untuk mempersiapkan satu tiang bendera.
Karena situasi yang tegang, Suhud tidak
ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu,
masih ada dua tiang bendera dari besi yang
tidak digunakan. Malahan ia mencari
sebatang bambu yang berada di belakang
rumah. Bambu itu dibersihkan dan diberi
tali. Lalu ditanam beberapa langkah saja
dari teras rumah. Bendera yang dijahit
dengan tangan oleh Nyonya Fatmawati
Soekarno sudah disiapkan. Bentuk dan
ukuran bendera itu tidak standar, karena
kainnya berukuran tidak sempurna.
Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan
untuk bendera.
.
5. Sementara itu, rakyat yang telah
mengetahui akan dilaksanakan Proklamasi
Kemerdekaan telah berkumpul. Rumah
Soekarno telah dipadati oleh sejumlah
massa pemuda dan rakyat yang berbaris
teratur. Beberapa orang tampak gelisah,
khawatir akan adanya pengacauan dari
pihak Jepang. Matahari semakin tinggi,
Proklamasi belum juga dimulai. Waktu itu
Soekarno terserang sakit, malamnya panas
dingin terus menerus dan baru tidur setelah
selesai merumuskan teks Proklamasi. Para
undangan telah banyak berdatangan, rakyat
yang telah menunggu sejak pagi, mulai
tidak sabar lagi. Mereka yang diliputi
suasana tegang berkeinginan keras agar
Proklamasi segera dilakukan. Para pemuda
yang tidak sabar, mulai mendesak Bung
Karno untuk segera membacakan teks
Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau
membacakan teks Proklamasi tanpa
kehadiran Mohammad Hatta. Lima menit
sebelum acara dimulai, Mohammad Hatta
datang dengan pakaian putih-putih dan
langsung menuju kamar Soekarno. Sambil
menyambut kedatangan Mohammad Hatta,
Bung Karno bangkit dari tempat tidurnya,
lalu berpakaian. Ia juga mengenakan stelan
putih-putih. Kemudian keduanya menuju
tempat upacara.
.
6. Marwati Djoened Poesponegoro
( 1984:92-94 ) melukiskan upacara
pembacaan teks Proklamasi itu. Upacara
itu berlangsung sederhana saja. Tanpa
protokol. Latief Hendraningrat, salah
seorang anggota PETA, segera memberi
aba-aba kepada seluruh barisan pemuda
yang telah menunggu sejak pagi untuk
berdiri. Serentak semua berdiri tegak
dengan sikap sempurna. Latief kemudian
mempersilahkan Soekarno dan Mohammad
Hatta maju beberapa langkah mendekati
mikrofon. Dengan suara mantap dan jelas,
Soekarno mengucapkan pidato
pendahuluan singkat sebelum membacakan
teks proklamasi.
.
7. “Saudara-saudara sekalian ! saya telah
minta saudara hadir di sini, untuk
menyaksikan suatu peristiwa maha penting
dalam sejarah kita.Berpuluh-puluh tahun
kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk
kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah
beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi
kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu
ada naiknya ada turunnya. Tetapi jiwa kita
tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di
dalam jaman Jepang, usaha kita untuk
mencapai kemerdekaan nasional tidak
berhenti. Di dalam jaman Jepang ini
tampaknya saja kita menyandarkan diri
kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya,
tetap kita menyusun tenaga kita sendiri.
Tetap kita percaya pada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar
mengambil nasib bangsa dan nasib tanah
air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya
bangsa yang berani mengambil nasib
dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri
dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam
telah mengadakan musyawarah dengan
pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari
seluruh Indonesia , permusyawaratan itu
seia-sekata berpendapat, bahwa
sekaranglah datang saatnya untuk
menyatakan kemerdekaan kita.
.
8. Saudara-saudara! Dengan ini kami
menyatakan kebulatan tekad itu.
Dengarkanlah Proklamasi kami:
PROKLAMASI; Kami bangsa Indonesia
dengan ini menyatakan Kemerdekaan
Indonesia . Hal-hal yang mengenai
pemindahan kekuasaan dan lain-lain,
diselenggarakan dengan cara seksama dan
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta , 17 Agustus 1945. Atas nama
bangsa Indonesia Soekarno/Hatta.
.
9. Demikianlah saudara-saudara! Kita
sekarang telah merdeka. Tidak ada satu
ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan
bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun
Negara kita! Negara Merdeka. Negara
Republik Indonesia merdeka, kekal, dan
abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati
kemerdekaan kita itu“. ( Koesnodiprojo,
1951 ).
.
10. Acara, dilanjutkan dengan pengibaran
bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta
maju beberapa langkah menuruni anak
tangga terakhir dari serambi muka, lebih
kurang dua meter di depan tiang. Ketika S.
K. Trimurti diminta maju untuk mengibarkan
bendera, dia menolak: ” lebih baik seorang
prajurit ,” katanya. Tanpa ada yang
menyuruh, Latief Hendraningrat yang
berseragam PETA berwarna hijau dekil
maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud
mengambil bendera dari atas baki yang
telah disediakan dan mengikatnya pada tali
dibantu oleh Latief Hendraningrat.
.
11. Bendera dinaikkan perlahan-lahan.
Tanpa ada yang memimpin, para hadirin
dengan spontan menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan
lambat sekali, untuk menyesuaikan dengan
irama lagu Indonesia Raya yang cukup
panjang. Seusai pengibaran bendera,
dilanjutkan dengan pidato sambutan dari
Walikota Soewirjo dan dr. Muwardi.
.
12. Bendera Pusaka Sang Merah Putih
adalah bendera resmi pertama bagi RI.
Tetapi dari apakah bendera sakral itu
dibuat? Warna putihnya dari kain sprei
tempat tidur dan warna merahnya dari kain
tukang soto!
.
13. Setelah upacara pembacaan Proklamasi
Kemerdekaan, Lasmidjah Hardi ( 1984:77 )
mengemukakan bahwa ada sepasukan
barisan pelopor yang berjumlah kurang
lebih 100 orang di bawah pimpinan S.
Brata, memasuki halaman rumah Soekarno.
Mereka datang terlambat. Dengan suara
lantang penuh kecewa S. Brata meminta
agar Bung Karno membacakan Proklamasi
sekali lagi. Mendengar teriakan itu Bung
Karno tidak sampai hati, ia keluar dari
kamarnya. Di depan corong mikrofon ia
menjelaskan bahwa Proklamasi hanya
diucapkan satu kali dan berlaku untuk
selama-lamanya. Mendengar keterangan
itu Brata belum merasa puas, ia meminta
agar Bung Karno memberi amanat singkat.
Kali ini permintaannya dipenuhi. Selesai
upacara itu rakyat masih belum mau
beranjak, beberapa anggota Barisan
Pelopor masih duduk-duduk bergerombol di
depan kamar Bung Karno.
.
14.Tidak lama setelah Bung Hatta pulang,
menurut Lasmidjah Hardi (1984:79) datang
tiga orang pembesar Jepang. Mereka
diperintahkan menunggu di ruang belakang,
tanpa diberi kursi. Sudiro sudah dapat
menerka, untuk apa mereka datang. Para
anggota Barisan Pelopor mulai
mengepungnya. Bung Karno sudah
memakai piyama ketika Sudiro masuk,
sehingga terpaksa berpakaian lagi.
Kemudian terjadi dialog antara utusan
Jepang dengan Bung Karno: ” Kami diutus
oleh Gunseikan Kakka, datang kemari untuk
melarang Soekarno mengucapkan
Proklamasi .” ” Proklamasi sudah saya
ucapkan,” jawab Bung Karno dengan
tenang. ” Sudahkah ?” tanya utusan Jepang
itu keheranan. ” Ya, sudah !” jawab Bung
Karno. Di sekeliling utusan Jepang itu,
mata para pemuda melotot dan tangan
mereka sudah diletakkan di atas golok
masing-masing. Melihat kondisi seperti itu,
orang-orang Jepang itu pun segera pamit.
Sementara itu, Latief Hendraningrat
tercenung memikirkan kelalaiannya. Karena
dicekam suasana tegang, ia lupa menelpon
Soetarto dari PFN untuk
mendokumentasikan peristiwa itu. Untung
ada Frans Mendur dari IPPHOS yang plat
filmnya tinggal tiga lembar ( saat itu belum
ada rol film ). Sehingga dari seluruh
peristiwa bersejarah itu, dokumentasinya
hanya ada 3 ( tiga ) ; yakni sewaktu Bung
Karno membacakan teks Proklamasi, pada
saat pengibaran bendera, dan sebagian foto
hadirin yang menyaksikan peristiwa yang
sangat bersejarah
.
15. Pada 17 Agustus 1945 pukul 08.00,
ternyata Bung Karno masih tidur nyenyak di
kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56,
Cikini. Dia terkena gejala malaria tertiana.
Suhu badannya tinggi dan sangat lelah
setelah begadang bersama para
sahabatnya menyusun konsep naskah
proklamasi di rumah Laksamana Maeda.
Pating greges, keluh Bung Karno setelah
dibangunkan de Soeharto, dokter
kesayangannya. Kemudian darahnya dialiri
chinineurethan intramusculair dan
menenggak pil brom chinine. Lalu ia tidur
lagi. Pukul 09.00, Bung Karno terbangun.
Berpakaian rapi putih-putih dan menemui
sahabatnya, Bung Hatta. Tepat pukul
10.00, keduanya memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia dari serambi
rumah. “Demikianlah Saudara-saudara!
Kita sekalian telah merdeka!”, ujar Bung
Karno di hadapan segelintir patriot-patriot
sejati. Mereka lalu menyanyikan lagu
kebangsaan sambil mengibarkan bendera
pusaka Merah Putih. Setelah upacara yang
singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar
tidurnya. masih meriang.
.
16. Upacara Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia ternyata berlangsung tanpa
protokol, tak ada korps musik, tak ada
konduktor dan tak ada pancaragam. Tiang
bendera pun dibuat dari batang bambu
secara kasar, serta ditanam hanya
beberapa menit menjelang upacara. Tetapi
itulah, kenyataan yang yang terjadi pada
sebuah upacara sakral yang dinanti-
nantikan selama lebih dari tiga ratus tahun!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar